19 episodes

Renungan harian berisi intisari pengajaran aplikatif yang disampaikan oleh Pdt. Dr. Erastus Sabdono, dengan tujuan melengkapi bangunan berpikir kita mengenai Tuhan, kerajaan-Nya, kehendak-Nya dan tuntunan-Nya untuk hidup kita. A daily devotional containing a brief teaching along with the applications, read by Dr. Erastus Sabdono. The messages will equip you and bring you to better understand God, His kingdom, His will, and His guidance in our lives.

Truth Daily Enlightenment Erastus Sabdono

    • Religion & Spirituality
    • 5.0 • 3 Ratings

Renungan harian berisi intisari pengajaran aplikatif yang disampaikan oleh Pdt. Dr. Erastus Sabdono, dengan tujuan melengkapi bangunan berpikir kita mengenai Tuhan, kerajaan-Nya, kehendak-Nya dan tuntunan-Nya untuk hidup kita. A daily devotional containing a brief teaching along with the applications, read by Dr. Erastus Sabdono. The messages will equip you and bring you to better understand God, His kingdom, His will, and His guidance in our lives.

    Pemburu Tuhan

    Pemburu Tuhan

    Banyak orang bisa di perpustakaan dari pagi sampai sore, 7 hari seminggu, tapi untuk berdoa 30 menit, ia tidak sanggup. Memang sulit, tapi kita harus menembus kejenuhan itu, menembus kebosanan itu. Sampai kita bertemu Tuhan dan berkata, “Di sini tempatku.” Orang-orang hebat di Alkitab adalah mereka yang bergaul dengan Allah. Orang yang bergaul dengan Tuhan, ia menghidupkan Tuhan dalam hidupnya. Tuhan Yesus berdoa semalam-malaman. Alkitab mencatat, “Pagi-pagi buta, Dia sudah pergi ke tempat sepi, berdoa.” Kalau kita suka berdoa, maka kita bisa mendengar doa seseorang; kering atau basah. Apalagi sebagai seorang pengkhotbah, kita harus mewakili isi hati Tuhan. Caranya bagaimana? Harganya per detik hidup suci. Maka kita harus menjaga hati kita. 

    Tidak mudah membuat stabilitas supaya kita tetap ada di dalam hadirat Tuhan. Bagi orang yang tidak memiliki kebenaran firman, sangat sulit. Apalagi jika ditambah tidak memiliki perjumpaan dengan Tuhan, tentu akan sulit sekali. Tapi hari ini kita mau berubah. Tuhan mengasihi kita, Tuhan mau dinikmati oleh kita, dan Tuhan juga bisa menikmati kita. Ada hubungan interaksi dengan Allah, dan kita bisa mengalami Dia secara riil. Kalau bangsa Israel, umat secara individu, tidak mengalami perjumpaan dengan Allah, tapi dinamika hidup beragama, mereka miliki; dinamika hidup masyarakat yang beretika, dinamika hidup masyarakat yang beradab, berhukum, mereka bisa wujudkan. Namun mereka tidak memiliki kehidupan orang Kristen yang bukan hanya menghidupkan hukum semata, namun menghidupkan sifat, karakter Allah dalam dirinya. 

    Maka, jelas, Suara Kebenaran (firman yang murni) harus kita miliki. Karena kebenaran memandu pikiran kita. Tapi tanpa perjumpaan dengan Tuhan, tidak akan menjadi kehidupan. Jadi harus ada encounter with God, perjumpaan dengan Allah. Karenanya, kita tidak bisa menghindari untuk setiap hari berjumpa dengan Tuhan. Tuhan akan mengajar kita. Sehingga kita tidak akan mudah berkata kepada seseorang, “Doakan saya.” Bisa, kita memang harus saling mendoakan. Tapi kita harus bertemu Tuhan sendiri. Kita harus bertanya sendiri kepada Tuhan, kenapa begini dan begitu. Pasti Tuhan punya maksud. Tuhan kalau bicara, itu pasti jelas. Tuhan tidak mungkin pakai bahasa yang kita tidak mengerti. 

    Jika Tuhan sudah bicara dengan keras dan jelas, namun kalau kita tetap tidak mendengar, itu berarti kuping kita mendengar banyak kegaduhan di dunia ini. Maka kita harus duduk diam di kaki Tuhan. Berapa pun harganya, kita bayar, karena itu adalah harta yang lebih dari apa pun. Mari kita mencari Tuhan; kita menjadi pemburu Tuhan. Kita memang bukan orang hebat, namun kita adalah orang nekat dan frustrasi melihat dunia begitu gelap dan kejahatan begitu rupa. Kita mencari Tuhan. Kita perbanyak jam doa sampai kita sungguh-sungguh mengalami Tuhan. Kita bisa masuk hadirat Tuhan dan punya pengalaman yang luar biasa. 

    Mari kita menjadi pemburu Tuhan. Biar rumah kita dipenuhi asap kabut kemuliaan Allah; shekinah glory. Setan, teluh, tenung tidak bisa menembus hidup kita. Tuhan akan memperlakukan kita istimewa, kalau kita memperlakukan Allah istimewa. Jangan ada film porno, jangan ada pertikaian di rumah kita. Jadilah wakil Tuhan untuk keluarga kita. Jangan tidak stabil. Kita pasti tahu saat-saat di mana kita mulai tidak stabil, mulai terbawa. Saat itu kita harus duduk diam di kaki Tuhan. Kita mau menghadirkan shekinah glory di rumah kita masing-masing. Sebanyak apa pun ayat Alkitab yang kita baca, sebanyak apa pun khotbah yang kita dengar, setinggi apa pun teologi yang kita miliki, tanpa perjumpaan dengan Tuhan, kosong! 

    Kita harus menjadi terang di antara mereka. Tuhan perintahkan kita untuk mewakili Tuhan, membawa mereka keluar dari dunia ini untuk masuk ke dalam Kerajaan Surga. Perjumpaan dengan Tuhan itu indah sekali. Dan perjumpaan dengan Allah membuat kita punya marifat. Mari kita membuka mezbah doa. Mungkin akan ada lelah atau jenuh, tapi kalau kita paksa terus, Tuhan akan menolong.

    Kebenaran yang Terperagakan

    Kebenaran yang Terperagakan

    Kalau kita hanya mengisi pikiran kita dengan pengetahuan, walaupun itu adalah kebenaran murni, tidak cukup mengubah. Karena kebenaran yang kita pahami tidak bisa terperagakan menjadi daging kalau tidak dihadiri Allah di dalam hidup kita. Kalau sampai bisa, artinya kebenaran atau pengetahuan tentang kebenaran bisa mengubah orang tanpa kehadiran Tuhan dalam hidup orang tersebut, maka Tuhan bisa dibelakangi, Tuhan kurang atau tidak dihormati. Kebenaran firman akan hidup di dalam hidup kita, kalau kita mengalami perjumpaan dengan Tuhan.  Sebab, kekristenan bukan agama hukum. Baik dan buruk, etis dan tidak etis, suci dan tidak suci kita tidak diukur oleh kalimat-kalimat hukum, tidak diwakili oleh verbal kalimat. Tetapi kekristenan itu jalan hidup; jalan hidup-Nya Tuhan; pikiran dan perasaan Allah. Jadi, bukan agama hukum, melainkan agama kebenaran di mana kebenaran itu adalah Tuhan sendiri, “Akulah kebenaran; I am the truth.” 

    Kalau seseorang belajar hukum, hukum itu masuk di dalam dirinya, hidupnya diatur oleh hukum; dinamika hukum terperagakan dalam hidup orang itu. Christianity is not religion but the way of life; jalan hidup, dan jalan Kristus; jalan kehidupan Anak Allah yang memiliki dinamika hidup yang memperagakan pikiran dan perasaan Allah. Jadi kalau agama yang adalah jalan hukum, cukup dengan hukum. Bangsa Israel dulu taat kepada hukum, tetapi yang menjumpai Tuhan hanya imam besar. Masyarakat lain tidak menjumpai Tuhan, dan mereka bisa menjadi masyarakat beragama yang fanatik dengan agama Yudaisme. Tetapi kekristenan adalah jalan hidup; jalan hidup-Nya Tuhan. 

    Kebenaran harus disertai dengan perjumpaan dengan Tuhan; kehadiran Tuhan dalam hidup orang itu, karena dia harus memakai pikiran dan perasaan Allah. Secerdas apa pun ajaran, secakap apa pun ajaran, tanpa Allah hadir dalam hidupnya, tidak akan menjadi daging dan terperagakan. Yang punya kebenaran saja belum tentu kebenaran itu menyatu dalam hidupnya, apalagi yang tidak mengerti kebenaran. Kalau orang mau mengenakan hukum, maka dinamika hukum terperagakan dalam hidup orang tersebut, tanpa ketemu Tuhan pun bisa. Contohnya bangsa Israel, mereka bisa melakukan hukum tanpa bertemu Tuhan.

    Tapi kalau mau mengenakan kebenaran yang adalah Tuhan sendiri, kita harus bertemu Tuhan, karena Tuhan yang diperagakan. Kalau hanya mengerti kebenaran, setajam apa pun kebenaran itu, tanpa perjumpaan dengan Allah, tidak akan merasuk dalam daging dan terperagakan. Dari dulu Tuhan mengajarkan berdoa. Coba, agama Abraham apa? Tapi dia mengalami perjumpaan dengan Tuhan. Ingat, Tuhan hidup atas orang yang menghidupkan Tuhan, dan Tuhan seakan-akan mati bagi orang yang tidak menghidupkan Tuhan. 

    Mengapa kita begitu miskin dalam mengalami kehadiran dan hidup-Nya Tuhan? Karena kita tidak menghidupkan Dia. Kita tidak berani berkata, “Tuhan tidak ada” karena kita beragama. Kita hanya mendengar kesaksian dan berkata, “Tuhan itu hidup, kata dia. Itu benar, pendeta itu mengalami.” Namun kita sendiri tidak mengalami, dan merasa tenang-tenang saja. Itu berarti Tuhan belum menjadi jalan hidup kita. Pasti kita tidak menjadi anak-anak Allah yang benar. Ironisnya, sebagai orang Kristen, jalan hidup tidak, jalan hukum juga tidak. Kalau agama non-Kristen yang begitu ketat dengan syariat dan agamanya, mereka mempertahankan integritas hidup mereka di atas dasar hukum. 

    Mestinya kita yang adalah orang Kristen, yang harus mengenakan hidup-Nya Yesus, harus bisa berkata, “Hidupku bukan aku lagi, tetapi Kristus yang hidup dalam aku,” karena kita harus menghidupkan Tuhan dalam hidup kita. Kalau kita tidak menghidupkan Tuhan, kita pasti akan menyesal selama-lamanya. Dia hidup bagi orang yang menghormati, yang mencari Dia. Dan itu mahal harganya. Karena seluruh hidup kita harus dipertaruhkan untuk menghidupkan Dia dalam hidup kita. Tapi kalau kita tidak mencari sungguh-sungguh, tidak mencari Tuhan sungguh-sungguh, Tuhan mati bagi kita. Dan kalau Tuhan mati bagi kita,

    Memilih

    Memilih

    Masa penuaian dunia ini sudah pasti akan berlanjut pada masa penampian. Kalau firman berkata, “Yang jahat bertambah jahat, yang fasik berlaku fasik, tetapi yang kudus makin kudus atau makin disucikan,” sebenarnya ayat itu berbicara mengenai penampian. Daniel 12:10, “Banyak orang akan disucikan dan dimurnikan dan diuji. Tetapi orang-orang fasik akan berlaku fasik, tidak seorang pun dari orang fasik itu akan memahaminya. Tetapi orang-orang bijaksana akan memahaminya.” Dengan kalimat lain, ada proses pematangan atau penyempurnaan di mana yang kudus bertambah kudus, yang suci semakin dimurnikan dan diuji, dimatangkan, didewasakan, dimurnikan kesuciannya. Tetapi di lain pihak, kejahatan juga dimatangkan, semakin memuncak.

    Kita harus memilih di kutub mana, Timur atau Barat? Kita tidak bisa ada di tengah. Kalau di tengah, berarti kita pasti di kutub yang salah atau terseret di kutub yang salah. Dunia terkondisi di mana seseorang tidak bisa bersikap netral; harus menentukan sikap. Tentu tidak ada orang yang mau rusak dan masuk neraka, tidak ada orang yang berniat secara sadar mau jadi jahat, kecuali kalau memang sudah menjadi jahat dan habitatnya demikian, maka dia akan menjadi jahat. Tidak ada orang yang berniat atau bermaksud mau hancur. Tetapi kalau kita tidak memilih, kita akan hancur, rusak, terseret di kutub yang salah, terseret di pihak yang salah atau arah yang salah. Jadi, kita harus menentukan sikap.

    Yang menentukan sikap hidup suci atau hidup benar ke arah Tuhan pun tidak mudah. Yang bermaksud atau berniat hidup suci, menaati firman Tuhan, menyenangkan Tuhan, pulang ke surga, berkemas-kemas, itu pun tidak dengan mudahnya dia ada di kutub yang benar. Ada kekuatan yang menarik orang-orang benar untuk tidak hidup benar. Ada tarikan-tarikan terhadap orang yang berniat ada di pihak Tuhan, sehingga di arah yang benar pun, ia tidak menuju ke arah yang benar. Di situlah terjadi perjuangan. Kalau yang sungguh-sungguh, mau nekat, fanatik, dan ekstrem bagi Tuhan, pasti masih bisa tertarik atau bertahan di kutub yang benar.

    Jadi, hidup ini adalah pergumulan dan perjuangan yang benar-benar berat. Perjuangan berat bukanlah dalam mencari uang atau aktivitas bisnis, bukan pula pada menjaga kesehatan, atau berbagai kegiatan lain. Kesulitannya terletak pada bagaimana kita tetap mempertahankan integritas memilih Tuhan sebagai pilihan kita satu-satunya, menyembah Tuhan, berjalan dengan Tuhan, hidup di hadirat-Nya dalam kekudusan dan kesucian, hidup di dalam kehendak dan rencana Allah; ini yang tersulit.

    Tetapi, mari kita memilih Tuhan selagi kita masih memiliki napas dan kesempatan. Hal ini harus tetap kita pertahankan konsistensinya, yang akhirnya akan menjadi irama kita untuk hidup dalam pengabdian dan pelayanan kepada Tuhan. Namun, kita tidak akan dimengerti oleh mereka yang tidak ada di kutub ini. Mereka memandang kita sebagai ekstrem, fanatik, berlebihan, korban indoktrinasi gereja, intimidasi pendeta, dan lain sebagainya. Tentu kita tidak perlu membalas intimidasi atau bullying dari mereka. Kita harus terus memeriksa diri, apakah kita benar-benar berkeadaan berkenan di hadapan Allah. 

    Kita berurusan dan berperkara dengan diri kita sendiri agar kita benar-benar memiliki ketulusan dan kemurnian di dalam mencintai dan mengabdi kepada Tuhan, serta dalam menghormati dan menyembah kepada Tuhan. Karena semua telanjang dan terbuka di hadapan Allah semesta alam. Kita suarakan kepada orang lain, kita suarakan juga kepada diri kita sendiri, “Ayo, mencari Tuhan!” Di dunia yang terkondisi mematangkan kejahatan atau kekudusan, kita harus tetap memilih berada di kutub yang benar. 

    Media sosial juga menjadi salah satu sarana untuk pengujian, apakah seseorang mau dimatangkan dalam kekudusan atau dimatangkan dalam kejahatan. Media sosial terbuka selebar-lebarnya. Orang bisa mengemukakan hati, pikiran, perasaan, mengucapkan kata-kata sindiran dan lain sebagainya,

    Membayar Utang

    Membayar Utang

    Begitu liciknya setan, ia mengarahkan orang Kristen untuk ‘beragama Kristen,’ di mana agama dijadikan sarana untuk memberi kontribusi, membantu bagaimana hidup bisa dijalani dengan mudah, menolong keluar dari masalah, mendapat kemakmuran jasmani, dan lain sebagainya. Itu sebenarnya meleset. Setan membuat orang Kristen pun sibuk dengan banyak masalah—masalah jodoh, anak, bisnis, dll—yang membuat orang Kristen kehilangan kesempatan dan lupa untuk ikut dalam perlombaan yang diwajibkan. Orang baru menyadarinya ketika ia melihat kekekalan. Ia akan tahu bahwa semua yang ia kejar selama ini, tidak ada artinya. 

    Tuhan dibahagiakan ketika kehidupan ilahi atau kodrat ilahi, berkembang dalam diri kita, dan Tuhan mengamati kita setiap hari. Supaya nanti ketika kita meninggal, sifat Allah sudah penuh ada dalam diri kita, dan itu membahagiakan. Satu hal yang juga sering menyesatkan pikiran kita adalah menganggap Tuhan murahan. Kalau Tuhan berkata, “Kuduslah kamu sebab Aku kudus” itu tegas sekali. Lalu kita hidup sembarangan, seakan-akan aman-aman saja, dan Tuhan tidak buat sesuatu. Itu mengerikan sekali. Sejatinya, Tuhan sering memukul kita dengan berbagai kejadian, tapi kita tidak memperhatikan; kita budek. Tuhan tidak akan ‘memukul’ kita dengan cara-cara yang tidak sesuai tatanan-Nya. 

    Jadi, untuk membayar utang itu, Tuhan akan membuat proses, kejadian demi kejadian. Kelemahan kita apa, itu ditanggulangi Tuhan, satu per satu Tuhan garap dengan segala peristiwa. Maka, fokus kita harus di situ. Kita hidup hanya 100 tahun paling lama, setelah itu kekekalan. Maka hidup kita sekarang hanya untuk persiapan kekekalan, tidak untuk yang lain. Jadi, menikah, tidak menikah, tidak masalah; punya anak atau tidak pun tidak masalah; miskin atau kaya tidak masalah sebenarnya. Tapi kalau kita menghidupkan Allah dalam diri kita, maka kita tidak mungkin dipermalukan. Alkitab membuktikan, kekasih-kekasih Tuhan bisa terpuruk—Yusuf, Daud, Daniel—namun pada akhirnya tidak mungkin dipermalukan. 

    Maka, jangan melawan Tuhan. Senangkan Tuhan dengan kedagingan yang kita sembelih tiap hari. Kita tidak langsung jadi orang saleh dalam 1 tahun. Butuh waktu 80 tahun—seumur hidup—untuk menjadi orang saleh yang sempurna. Tapi dimulai dari satu hari, dan satu hari dimulai dari satu jam, dan satu jam dimulai dari menit pertama, begitu kita bangun, menit pertama mulai proses. Kita tidak akan menghidupkan Tuhan, kalau kita tidak mati. Karena keduanya tidak bisa hidup bersama. Maka, firman Tuhan mengatakan, “Kamu tidak bisa mengabdi kepada dua tuan.” Kita harus memilih, mana yang kita hidupkan, daging kita atau Roh Kudus. Kalau kita memilih Roh Kudus yang kita hidupkan, maka daging kita harus dimatikan. 

    Yang kita harus pikirkan adalah bagaimana kita membunuh daging kita setiap hari, supaya kita sempurna seperti Bapa, serupa dengan Yesus. Tapi setan akan mengalihkan dengan mengingatkan masalah-masalah yang sedang kita hadapi—uang sekolah anak, kontrak rumah, kesehatan atau apa pun. Jangan dengarkan dia, jalani saja, kita kerja baik-baik, Tuhan akan beri jalan. Jadi, tidak boleh ada unsur-unsur manusia lama dalam diri kita. Kalau kita bisa mematikan manusia lama, maka Yesus hidup di dalam diri kita. 

    Masalahnya, bagaimana kita bisa membedakan kehendak Allah dan bukan? Pertama, kehendak Allah pasti tidak bertentangan dengan firman Tuhan. Misalnya, tidak mungkin Tuhan berbisik kepada kita, “Hai anak-Ku, ambil istri tetanggamu.” Kedua, akan memberi damai sejahtera. Tetapi kalau damai sejahtera itu karena kesenangan dunia, tentu tidak bisa menjadi ukuran, itu sesat. Ketiga, jika suara Tuhan kita turuti, maka akan menjadi berkat bagi orang lain. Tapi mungkin kita tidak tahu saat itu. Tetapi, kalau orang duduk diam di kaki Tuhan, berdialog dengan Tuhan, mematikan daging setiap hari, maka dia pasti tahu, apakah ini kehendak Tuhan atau bukan.

    Jadi, kalau orang masih hidup menurut daging, tidak dipimpin Roh Kudus,

    Memperagakan Perasaan Tuhan

    Memperagakan Perasaan Tuhan

    Tidak jarang, pada waktu kita menyanyikan sebuah lagu, hati kita tersentuh, air mata kita berlinang, tetapi sebenarnya itu belumlah air mata yang menyenangkan Tuhan. Walaupun itu sesuatu yang bisa menyenangkan Tuhan, tapi belum puncak dari kesenangan Tuhan. Kita bisa memiliki perasaan sentimentil dan mengatakan, “Sampai ‘ku tua nanti, sampai di surga nanti, selalu untuk-Mu.” Tetapi air mata yang berlinang pada waktu kita ada di pelayanan, waktu kita pikul salib—artinya kita menderita karena pekerjaan Tuhan, memikul beban orang lain, menyelamatkan orang, mengambil bagian dalam penderitaan orang lain—itulah air mata yang menjadi persembahan di hadapan Tuhan. 

    Dan terus terang, jarang orang memiliki air mata itu, sebab banyak orang yang melayani pekerjaan Tuhan dengan motif yang tidak murni, tidak dengan hati yang sungguh-sungguh mengasihi umat seperti hati Tuhan. Orang bisa saja memiliki belas kasihan, perhatian, dan kasih kepada orang lain, tetapi belum tentu merupakan penularan dari perasaan Tuhan. Sebab, kalau itu bukan impartasi atau bukan penularan perasaan Tuhan, berarti belum menjadi peragaan Tuhan, dan itu belum menyenangkan hati Tuhan. Jadi, betapa berartinya ayat yang mengatakan, “Hidupku bukan aku lagi, tetapi Kristus yang hidup di dalam aku. Dan hidup yang kuhidupi dalam daging ini, hidup oleh iman kepada Anak Allah.” 

    Karena jika kita hidup dalam penurutan terhadap kehendak-Nya berarti kita hanya melakukan kehendak-Nya, dan mengekspresikan perasaan-Nya. Dan kalau kita bisa mengekspresikan perasaan Tuhan, sesungguhnya itulah pelayanan yang sejati. Mengekspresikan perasaan Allah bukan hanya dalam kegiatan gereja, melainkan dalam segala hal yang kita lakukan. Itulah sebabnya menyembah Allah dalam roh dan kebenaran, bukan berbicara kegiatan liturgi di dalam gereja, juga tidak cukup kegiatan pelayanan di dalam gereja, tetapi seluruh gerak hidup kita. Jadi, kalau firman Tuhan mengatakan, “Baik kamu makan atau minum atau apa saja yang kamu lakukan, lakukanlah semuanya itu untuk kemuliaan Allah” (1 Kor. 10:31), maksudnya dalam segala hal yang kita lakukan, kita melakukannya sebagai ekspresi peragaan dari perasaan Tuhan. Itu bukan hanya kegiatan dalam pelayanan, melainkan seluruh kegiatan hidup kita, dan betapa indahnya kehidupan seperti ini.

    Mestinya dari muda kita melatih hidup seperti ini, tapi terus terang, kita sudah melewati tahun-tahun di mana kita merasa berhak memiliki kesenangan, bahkan di dalam pelayanan pun sering kali ada motif-motif terselubung. Semua kita mestinya bisa menjadi bejana Tuhan. Sungguh indah kalau kita bisa menjadi rumah Allah, kita bisa memperagakan perasaan Tuhan. Orang-orang seperti inilah yang disebut anak-anak Allah (Rm. 8). Kalau hidup kita tidak seiring dengan perasaan-Nya, maka belum bisa disebut sebagai anak-anak Allah. Di Perjanjian Baru, melalui kurban Yesus Kristus yang menebus kita, kita dapat menjadi anak-anak Allah. Jadi, kita ini jangan hanya hidup di bawah anugerah, under the grace, tapi juga in Christ, di dalam Kristus; artinya kita hidup seiring dengan Kristus. 

    Banyak orang Kristen tertipu atau tersesat oleh konsep bahwa mereka hidup di bawah anugerah, dan mereka merasa cukup. Sejatinya, setelah hidup di bawah anugerah, maka kita harus hidup di dalam Kristus. Artinya, kita harus dilatih, dididik untuk bisa memiliki pikiran dan perasaan Kristus (Flp. 2:5-7). Dengan memiliki pikiran dan perasaan Kristus, artinya kita bisa berjalan seirama dengan Dia, di sepanjang hari hidup kita, di sepanjang waktu. Jika tidak, kita munafik. Waktu di gereja, kita berpenampilan bagus, tetapi ternyata dalam kehidupan keseharian tidak, dan itulah warna hidup kita pada umumnya. 

    Tapi hari ini kita mau belajar memiliki prinsip hidup “Selalu untuk-Mu.” Selalu berarti tidak ada waktu di mana kita hidup untuk diri kita sendiri. Maka, di dalam Galatia 2:20, firman Tuhan mengatakan, “Hidupku bukan aku lagi, tetapi Kristus yang hidup di dalam aku.

    Dihormati Allah

    Dihormati Allah

    “Orang-orang yang menghormati Allah, demikian firman Tuhan, akan dihormati Allah. Orang yang memuji Allah dengan benar akan mendapat pujian nanti di dalam Kerajaan Surga.” Jika kita memperkarakan hal ini, mestinya kita memiliki kegentaran kepada Tuhan. Apakah kita sungguh-sungguh telah memiliki hati yang menghormati Allah atau tidak? Apakah sungguh-sungguh kita telah memberikan pujian dan penyembahan yang benar kepada Allah atau tidak? Hanya Roh Kudus yang bisa memberi pencerahan, seberapa kita sungguh-sungguh telah menghormati Allah dan apakah kita sungguh-sungguh telah memiliki hati yang menyembah dan memuji Dia dengan benar.

    Hari ini dunia kita dengan adanya media sosial yang terbuka, orang memiliki kesempatan untuk saling menyerang, saling menyakiti, mem-bully, merendahkan, menghina, memfitnah, menghancurkan nama baik, membunuh karakter dan mungkin kita termasuk salah satu korbannya. Mari, jangan marah, jangan sekali-kali membalas, jangan sekali-kali berdebat. Justru dengan hal itu kita harus memeriksa diri. Apakah kita memang patut dihina, direndahkan, dikritisi, dicela? Mungkin kita orang yang patut diperlakukan seperti itu karena keadaan kita sebenarnya demikian. 

    Jika demikian, berubahlah. Atau kalau kita adalah orang yang sebenarnya tidak patut diperlakukan seperti itu, juga tidak masalah. Hal ini justru mesti mengondisi kita untuk mencari hormat dari Allah. Justru dengan hal ini, kita mencari pujian di dalam Kerajaan Surga, di kekekalan nanti. Dan ini menjadi berkat, blessing in disguise, berkat di tengah-tengah badai, di tengah suasana gaduh. Jadi, kalau kita merespons keadaan dengan baik, maka keadaan yang terburuk pun menjadi baik bagi kita. Jangan kita menghargai diri sendiri, namun biar Tuhan yang menghargai. 

    Orang yang tersinggung waktu dicela adalah orang yang masih mencari hormat bagi diri sendiri. Biasanya mereka kemudian akan membalas, membantah, berargumentasi, berdebat, membalas, mencela. Mereka adalah orang yang sebenarnya mencari hormat sampai pada tingkat gila hormat. Kalau kita dicela dan kita tersinggung, berarti kita masih mencari hormat, masih haus ingin pujian. Tetapi kalau kita tidak patut dicela karena kita tidak bercela seperti yang dituduhkan, maka baiklah kita mengembalikannya kepada Tuhan dan berjuang untuk tidak melakukan hal yang tercela yang dituduhkan kepada kita. 

    Ini memang berat, bicara seperti ini sangat mudah, tetapi melakukan hal ini bukan sesuatu yang mudah. Tetapi justru inilah kasih Tuhan. Anugerah kemurahan-Nya memberi kita situasi-situasi di mana kita bisa tersinggung, bisa terluka, bisa dendam, bisa menaruh kebencian dan punya hasrat membalas. Situasi dan kondisi itu sebenarnya merupakan berkat, merupakan area pelatihan, merupakan medan training Tuhan untuk kita supaya kita menjadi seperti Yesus. 

    Betapa hebat, serangan yang ditujukan kepada Yesus, dikecam, dikritik, bahkan difitnah, tetapi Dia tekun menanggung bantahan itu, seperti yang tertulis dalam Ibrani 12:3-4. Begitu tekun, dan itulah, sebagai jalan yang menyempurnakan Yesus. Dan setelah sampai pada kesempurnaan, Dia menjadi pokok keselamatan, penggubah, atau teladan kita. Yesus harus mengalami semua itu. Bisakah Yesus tersinggung? Pasti bisa Dia untuk sakit hati dan membalas, tapi Yesus tidak melakukannya. Yesus bukan kebal sebenarnya, tetapi Yesus memang memilih untuk tidak melakukan kesalahan apa pun. Kalau Yesus kebal terhadap kesalahan, maka kita tidak bisa meneladani-Nya dan tidak bisa mencontoh Dia.

    Dan firman Tuhan tidak mengatakan, “Hendaklah kamu dalam hidupmu bersama menaruh pikiran dan perasaan yang terdapat juga dalam Kristus Yesus” (Flp. 2:5-7). Ketika Ia disalib, Ia mendoakan orang-orang yang menyakiti, melukai Dia dengan hebatnya itu dengan kalimat, “Ampunilah mereka, ya Bapa, karena mereka tidak tahu apa yang mereka perbuat” (Luk. 23:34). Luar biasa! Itu sebabnya Ia menerima nama di atas segala nama, Ia ditinggikan,

Customer Reviews

5.0 out of 5
3 Ratings

3 Ratings

Top Podcasts In Religion & Spirituality

The Bible in a Year (with Fr. Mike Schmitz)
Ascension
The Bible Recap
Tara-Leigh Cobble
WHOA That's Good Podcast
Sadie Robertson Huff
In Totality with Megan Ashley
Megan Ashley
Girls Gone Bible
Girls Gone Bible
BibleProject
BibleProject Podcast